20081119

Kalimat Singkat di Buku Jadwal



Source: Milis Alumni Psikologi Atma Jaya (alumni_psikologi_atmajaya@yahoogroups.com)

From: Liza Marielly Djaprie taqionk@yahoo.com


Morning Routine. Pagi ini saya tiba di klinik dan mengecek jadwal saya di buku jadwal. Ketika sedang asyik mengecek jadwal saya untuk hari ini dan beberapa hari ke depan, mata saya terantuk kalimat kecil di bagian bawah kertas. Biasanya sih saya tidak memperhatikan, tetapi hari ini ga tahu kenapa tiba-tiba mata mengarah kesana saja gitu.

Jadi kan biasa tuh, kita lihat kalimat-kalimat singkat yang ditujukan untuk pencerahan, wake up call atau apapun lah namanya. Kalimat-kalimat seperti, ‘Gantungkan cita-citamu setinggi langit’ atau ‘Kegagalan adalah sukses yang tertunda’ atau kalimat-kalimat sejenis lainnya.

Nah, buku jadwal yang terdapat di resepsionis bagian pendaftaran klinik saya tuh di setiap bagian bawah kertasnya selalu tercetak kalimat-kalimat singkat seperti itu.

Yang terbaca oleh saya pagi ini adalah kalimat :
‘Manusia menjadi lengah ketika dia mulai memaafkan dirinya’

Heh???

Jujur awalnya saya kira saya salah baca, siapa tahu mata saya lagi siwer mungkin. Tapi baca dua kali, tiga kali (sampai empat kali malah mungkin) kok ya sama aja tuh kalimatnya.

Saya lalu berjalan masuk ruang praktek dengan mengeryitkan dahi.
Memaafkan…. Lengah….
Lengah…. Karena memaafkan…
Really??

Kok rasanya saya tidak setuju ya.

Buat saya malah orang yang bisa memaafkan dengan tulus (bukan hanya asal di mulut ya) justru orang-orang yang sadar dengan sepenuhnya atas segala hal yang terjadi dan sadar dengan besar hati untuk menerima, belajar dari apa yang telah terjadi.

Atau saya yang salah mengartikan kata ‘lengah’?

Nah!

To make it sure, saya trus jadi bolak-balik kamus bahasa Indonesia mencari si kata lengah.
Yang saya temukan :
Lengah : lalai, teledor, tak peduli, lemah.

Belum puas juga, saya pun buka kamus bahasa Inggris.
Lengah : careless, inattentive, neglectfullness, nonchalant.

Lah… Kalau begitu masa iya memaafkan bisa dikatakan sebagai sebuah keteledoran?
Masa iya memaafkan membuat kita jadi tidak peduli & apalagi… Menjadi lemah???

Waduh… buat saya ga banget tuch.

Memaafkan butuh hati yang kuat & bukan hati yang lemah.
Saya malah pernah baca : The man who can truly forgive, is the strongest of all.

Jujur saja, berapa banyak dari kehidupan kita, kita memutuskan untuk marah & ogah banget memaafkan.

Berapa ratus kali mungkin kita udah ngomong, “enak aja gw maapin, untungnya di dia dong!”? (kalo perlu pake tanda seru panjang buanget berjejer)

Berapa banyak sudah dalam hidup ini kita menyalahkan semua orang yang masih mungkin bisa untuk disalahkan atas segala kejadian-kejadian buruk yang terjadi dalam hidup kita?Berapa banyak kita merepet panjang pendek untuk semua hal-hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencana & harapan yang ada?

Berapa banyak kita benar-benar dapat memaafkan???
Dengan tulus? Dengan ikhlas? Dengan penuh kesadaran untuk belajar dari semua hal yang telah terjadi??

Dulu saya pernah baca kalimat : To hold grudge in your heart is like biting a dog after the dog bite you.

He3x… Kalau dibayangkan lucu juga ya, andaikan kita digigit anjing, trus saking dendam & ga mau memaafkan si anjing, kita gigit balik dah itu anjing.
Tapi kalau dipikir lagi, bener toh, berapa ratus kali mungkin kita sudah prefer untuk ‘gigit balik si anjing’ daripada memaafkan dan melihat ‘kecelakaan’ yang terjadi yang sebagai bentuk belajar saja. Lain kali jangan dekat-dekat anjing gitu…

Jadi kok ya buat saya, untuk memaafkan justru membutuhkan kesadaran dari si individu ya.
Kesadaran

Kesadaran bahwa suatu hal yang berjalan tidak sesuai dengan harapan kita mah sesuatu yang normal dalam hidup ini.

Bahwa justru dari hal-hal yang terjadi di luar harapan kita itu, kita malah jadi sadar untuk belajar banyak.

Bahwa dengan sadar menerima hal-hal tersebut justru membuat kita menjadi individu yang ikhlas dan berani menjalani hidup.

Rasanya buat yang tidak terbiasa, memaafkan itu sebuah proses yang cukup sulit dan membutuhkan keberanian yang cukup besar.

Apalagi memaafkan diri sendiri.

Kita sudah sangat terbiasa mungkin being hard on ourselves.
We have to be ‘strong’ one!
Or so they say….

& akibatnya kita jadi tidak bisa fleksibel menerima kekurangan, kekhilafan & kealpaan kita.
Begitu salah dikit, kita biasanya langsung ngomong, “Bego amat sih gw. Dasar tolol!!”.
Trus seakan belum cukup rasanya ngomong kayak begitu ke diri sendiri, biasanya kesalahan itu bolak-balik di-rewind di memori kita.

Hiya loh…. Betul atau betul?

Jadi kalau saya telaah sekali lagi,
‘Manusia menjadi lengah ketika dia mulai memaafkan dirinya’

He3x… teteup tuh saya tidak setuju…

LiZA

___________________________________________


Ella Pratiwi :

Mbak Liiza, setelah saya membaca penjelasan Mbak ttg kalimat "Manusia menjadi lengah ketika dia mulai memaafkan dirinya", saya menangkap arti yang mungkin sedikit berbeda dengan yang Mbak jelaskan. ga pa pa kan, Mbak.... hehehe

Saya setuju bahwa memaafkan secara tulus akan membuat diri semua orang "menang" karena bisa berdamai dengan diri maupun orang lain. Namun, dari kalimat tersebut, saya menafsirkan bahwa memaafkan diri sendiri di sini maksudnya bukanlah memaafkan demi kedamaian dan atas nama ketulusan hati.

Menurut saya arti memaafkan diri sendiri dalam kalimat tersebut mungkin dimaksudkan agar kita tidak bersikap lembek terhadap diri sendiri sehingga kita mengabaikan kemungkinan atau kesempatan untuk berbuat lebih baik lagi. Dengan terus menerus bertoleransi terhadap kesalahan/kecerobohan (baca : kekurangan yang mampu kita perbaiki) maka dikhawatirkan kita akan menjadi stagnan dan kurang berkembang sesuai potensi diri yang kita miliki.

Misalnya, bila kita terus menerus menolerir (memaafkan) kecerobohan kita yang sering lupa mematikan api ketika memasak atau sekedar memanaskan makanan, maka tentu beresiko fatal yang mungkin menyebabkan kecelakaan bahkan kematian orang lain di rumah kita. atau misalnya sebagai psikolog kita mengabaikan kecerobohan atau kelemahan kita dalam menginterpretasi sebuah tes, tentu akan merugikan klien dan profesionalisme kita sebgai psikolog.

Bila kita 'aware' ttg kecenderungan atau kecerobohan kita itu, maka kita sebaiknya tidak memaafkan begitu saja kecerobohan itu dan menjadi lengah terhadap kemungkinan kecerobohan lain di kemudian hari, melainkan sebaiknya kita berusaha agar kecerobohan itu tidak dialami lagi sehingga pada akhirnya kita menjadi pribadi yang lebih baik. Bukankah kegagalan di masa lalu adalah guru terbaik untuk kesuksesan di masa depan?

hem, ini cuma share pendapat aja loh Mbak, semoga bisa saling melengkapi dengan penjelasan Mbak. karena memang sebuah kalimat tidak bila diinterpretasi dari 1 pandangan aja.... bisa ada beribu2 pendapat... dan gak harus ending dengan pernyataan setuju dari semua orang....

Oya, saya juga ingin menyampaikan rasa kagum saya karena Mbak Liza mau menyempatkan diri menulis beberapa tulisan yang cukup inspiratif....... hehehe semoga Mbak ga bosen2 untuk nulis ya... saya senang loh bisa membaca tulisan seperti Mbak....

Best Regards.
Ella

_____________________________________________


Anton WK :

Tulisan yang menarik dari Liza, dan juga tambahan dari Ella :)

Liza tergelitik dengan kalimat itu, sampai cross cek dan back-translation untuk kata "lengah". Tapi kalau kita cross cek dan back translation ke bagian kata "memaafkan", kalau di kalimat itu yang dimaksud adalah memaafkan dalam artian "excuse", sepertinya kalimat singkat di buku jadwal itu make sense juga :) "Human becomes to be careless/ inattentive/ neglectfullness when he/she starts excusing him/herself".
Mungkin gitu kali ya ? (Excuse, refer to Oxford Dictionary, juga punya arti = "to forgive (a fault or offence, or a person committing one).

Kalau "memaafkan" di kalimat itu dalam arti/konteks "forgiveness" memang kalimat itu jadi mengganggu, dan sulit untuk diterima :)

Oya, seperti tempo hari, saya minta ijin/permisi dari Liza (dan Ella juga) untuk ijin pemuatan tulisan Liza dan Ella ini, untuk saya copy paste ke blog saya ya... (tentunya saya cantumkan juga written by Liza, comment by Ella). Gak keberatan kan ya...... ?

salam,
Wiwan
==================
Teks dikutip dari milis alumni psikologi atmajaya
Foto: Patung Air Mancur di Plaza Barat Grand Indonesia, Jakarta

1 comment:

  1. hmmm...kalo gue lebih setuju sama saying yang bilang: people do forgive...but they rarely forget...
    jadinya itu sebenernya bisa dikategorikan 'memaafkan' nggak yaa?
    hihihihihi...

    ReplyDelete

How About You? Wanna Share Your Mind/Experience? Just feel free to write down here :